Minggu, 22 Januari 2012

Cerpen 3

                                               PERJUANGANKU

           Kenalin, nama ku Widia Indriani, tapi orang-orang memanggil ku dengan sebutan Widia saja. Ini lah cerita pendek ku.
Ketika berumur 5 tahun, aku tumbuh menjadi anak yang tergolong nakal bagi anak perempuan, aku sering keluar maghrib dan bermain-main di luar rumah ketika semua rumah tertutup rapat untuk menunaikan shalat. Hingga akhirnya aku dicari oleh ayah ku, karena takut dimarahi aku lari menjauh dari belakang rumah namun tetap saja ayah mendapati ku bersembunyi dirumah tetangga dan akhirnya aku dibawa pulang kerumah. Sesampainya dirumah aku dipukuli dengan kabel hingga betis kanan ku berbekas. aku menangis tersedu-sedu hingga tertidur. Dalam tidur pun aku merasa menangis.
Dan sejak itu pula aku tidak pernah dipukuli lagi oleh ayah ku, mungkin karena kasihan melihat ku atau tidak tega melihat ku menangis, aku pun tidak mengerti alasannya.
Ketika aku masuk  sekolah dasar di Global Andalan, aku mulai sakit-sakitan. Ketika sedang ujian kenaikan kelas, penyakit mimisan ku kambuh dan aku terpaksa harus mengikuti ujian dalam keadaan sakit. Karena penyakit tersebut sering kambuh, akhirnya aku di opname di rumah sakit Pekanbaru. Setelah beberapa minggu dirumah sakit, akhirnya aku pun dibawa pulang. Namun penyakit tersebut semakin sering datang, kemudian ketika aku masih duduk dikelas dua cawu pertama, orang tua ku mengambil inisiatif untuk memindahkan ku kekampung halaman yaitu desa Kambang yang terletak di Painan, Sumatera Barat yang udaranya masih asri. Dan memang udara dikampung sangat jauh berbeda dari udara kota yang terletak sebuah industri penghasil kertas dan penghasil minyak seperti Pangkalan Kerinci Riau.
Dikampung aku disambut hangat oleh saudara-saudara ku, aku tinggal dirumah nenek ku, mereka
selalu menjaga dan menyayangi ku. aku beruntung mempunyai saudara seperti mereka. Disana, suasana kekeluargaannya masih sangat terasa, mereka mengajak ku kesekolah berjalan kaki, walaupun jarak rumah dan sekolah lumayan jauh, tetapi semua itu tidak terasa karena kami menjalaninya dengan senang hati dan canda tawa. aku bersekolah di SD N 25 Padang Panjang, tempat mama ku dan adik-adiknya bersekolah dulu. Namun seiring berjalannya waktu, penyakit itu pun mulai sering datang lagi. Awalnya darahnya hanya sedikit dan sebentar, tak disangka darah yang keluar semakin banyak. aku tidak mengerti kenapa mimisan bisa seperti ini, banyak mengeluarkan darah. Kemudian aku dibawa lagi kerumah sakit dikampung ku, karena ketika penyakit itu kambuh, darahnya tidak bisa dihentikan walaupun sudah memakai daun kunyit untuk menghentikannya. Setelah keluar dari rumah sakit, aku dilarang memakan es dan buah-buahan yang bersifat asam. Dan semua saudara ku selalu memperhatikan apa yang ku makan.
Selain itu aku juga tidak boleh terlalu capek dan panas-panasan, sehingga ketika aku keluar dari rumah sakit, mereka menyediakan payung dan sebotol air minum untuk aku pergi kesekolah. Mereka sangat perhatian kepada ku. Walaupun aku sakit, mereka tetap mengaajak ku bermain, aku sering diajak mandi dan mencuci baju kesungai. Namun karena aku mempunyai sifat yang pendiam dan senang menyendiri, aku pun tergolong jarang berkumpul dengan mereka.  Pernah suatu hari penyakit ku kambuh ketika aku seorang diri dirumah, karena aku tidak mau merepotkan orang lain, dan membuat khawatir orang tua ku yang berada jauh dengan ku, akhirnya aku tidak memberi tahu nenek tentang kambuhnya penyakit ku dan mencuci sendiri baju yang berlumuran darah tersebut. Untung saja darahnya hanya sebentar. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, orang tua ku datang berkunjung kekampung. Mereka berencana untuk membawa ku berobat tradisional di kampung ayah yaitu Solok Sumatera Barat, yang udaranya sangat dingin sekali. Mungkin karena letaknya dipegunungan dan diapit dua danau kembar, berbeda dengan kampung ibu ku yang berada dipesisir pantai Painan.
Ketika aku berada disana, mereka mengambilkan buah-buahan dari kebun untuk ku. Karena udara disana sangat dingin, bahkan minyak pun bisa membeku jika diletakkan di lemari, maka setiap pagi aku duduk di dapur dengan ditemani secangkir teh hangat agar tidak kedinginan. Mandi pagi pun harus menunggu matahari terbit agar tidak menggigil, aku mandi di air pancuran yang keluar dari pegunungan dan airnya  sangat dingin seperti es. Sehari kemudian, aku dibawa keseorang tabib untuk memeriksakan penyakit ku, aku diberi obat-obatan dari berbagai macam daun-daunan yang sangat pahit. Karena aku tidak terbiasa dengan keadaan disana, aku merengek-rengek meminta pulang kekampung, namun saudara-saudara ku yang disana tidak memperbolehkan aku pulang dengan alasan itu kampung ku juga. Beberapa hari disana aku sudah tidak betah, akhirnya aku menangis dan minta agar segera pulang.
Akhirnya orang tua ku mengabulkan permintaan ku, dan membawa ku pulang kerumah nenek. Tak lama aku pulang dari Solok, mimisan itu semakin parah, darah yang keluar tidak bisa dihentikan padahal sudah menghabiskan 5 lembar kain panjang untuk menampung darahnya.
 Akhirnya aku dibawa kerumah sakit Painan yang fasilitasnya lumayan memadai. Disana aku langsung di infus dan dokter melarang ku memakan buah-buahan yang bersifat asam seperti mangga. Setelah beberapa hari dirumah sakit, ternyata paman ku membawa mangga disamping rumah nenek yang baru pertama kali berbuah, aku ingin sekali memakan mangga itu, jadi ibu hanya memberi ku sepotong mangga tersebut, karena aku dilarang memakan mangga. Tak lama kemudian tubuh saya bereaksi terhadap mangga yang ku makan tersebut, dan akhirnya darah pun keluar dari hidung ku. Para dokter mengatakan bahwa aku harus dirujuk kerumah sakit M. DJAMIL Padang yang fasilitasnya lebih lengkap.
aku dibawa dengan Ambulance dari Painan ke Padang, selama 2 jam perjalanan, darah tersebut tidak berhenti, orang tua ku mulai khawatir dengan ku. Sesampainya di rumah sakit, aku tidak merasakan  apa-apa lagi karena tubuh ku banyak mengeluarkan darah. Ketika dokter menyuntikkan jarum ketubuh ku, walaupun aku sadar, namun aku tidak bisa merasakan jarum itu. Karena tangan ku sudah sering di infus dan banyak bekas suntikan, maka dokter menginfus ku dipergelangan kaki. Karena aku banyak kehilangan darah, maka dokter menyarankan untuk transfusi darah. Karena golongan darah ku dan ayah ku cocok akhirnya ayah menyumbangkan darahnya untuk ku. Namun  1 kantong darah saja tidak cukup untuk mengganti darah ku yang keluar, kemudian aku transfusi darah 1 kantong lagi dengan darah pendonor. Walaupun golongan darahnya sama, namun tubuh ku tidak menerima darah tersebut dengan baik, akhirnya tubuh ku memerah dan menjadi gatal-gatal. Dokter hanya menyuntikkan obat anti gatal ke tubuh ku, dan hingga sekarang tubuh ku menjadi alergi terhadap berbagai macam makanan.
Setelah transfusi darah selesai dokter mulai memeriksa penyakit ku, namun mereka tidak menemukan apa nama penyakit dan jenis penyakit yang sedang ku derita yang mengakibatkan aku sering mimisan dan darahnya tidak bisa berhenti, padahal yang memeriksa ku adalah dokter spesialis penyakit dalam. Karena mereka tidak menemukan apa penyakitnya, akhirnya kepala ku di Rontsen untuk mengetahui apakah ada yang salah dengan kepala ku. Namun tetap saja dokter tidak menemui suatu kejanggalan dikepala ku. Walaupun aku sudah diberi berbagai macam obat dokter, namun penyakit itu tak kunjung sembuh. Akhirnya dokter menganjurkan ku untuk dibawa ke dokter spesialis THT (Telinga Hidung Tenggorokan). Orang tua ku mengikuti saran dokter tersebut, dan aku di bawa ke spesialis THT di Bukittinggi. Udara yang sejuk membantu ku berpikir jernih, dan menenangkan hati. Ketika dibawa kedokter spesialis, mereka pun mengatakan bahwa semuanya normal, tidak ada yang salah dengan ku. Orang tua ku pun semakin bingung dengan penyakit ku.
Setelah pulang dari rumah sakit, aku disarankan untuk tidak bersekolah dulu dan beristirahat total, padahal aku sudah tidak masuk sekolah selama hampir 1 bulan. Namun pihak sekolah mengerti dengan keadaan ku. Dirumah nenek aku juga diobati oleh kakek yang sebenarnya adalah seorang tabib juga namun tetap saja tidak berhasil disembuhkan. Karena kakek juga mempunyai banyak kenalan tabib, akhirnya aku dibawa ke rumah kakek tersebut yang rumahnya lumayan jauh dari rumah. Setelah menempuh waktu 1 jam, akhirnya aku sampai dirumah kakek tersebut yang rumahnya agak terpencil. Disana aku dibuatkan obat-obatan dari daun-daunan yang pahit, setelah aku meminum obat-obatan tersebut aku merasa baikan dan penyakitnya jarang kambuh lagi.

0 komentar:

Posting Komentar